Sudah banyak hal yang telah dilalui dalam program PGP ini. Terakhir kala saya menulis refleksi dwi mingguan ini adalah saat modul 1.1 yaitu mengenai Paradigma Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Di sana saya utarakan awal mula saya terjun ke progran GP ini sampai dengan materi implementasi konsep pendidikan "menghamba pada murid".
Saat ini sudah banyak juga materi-materi dalam pendidikan yang ternyata masih banyak yang belum saya kembangkan dalam diri saya. Setelah melakukan aksi nyata modul 1.3 mengenai visi murid di masa depan, saya terbayangkan masa depan kapal bernama "Indonesia" dimana saya yakin bahwa salah satu anak yang saat ini saya didik akan menjadi penggerak dan pengubah terbaik dalam komunitasnya kelas. Dimulai dari dirinya yang sudah selaras dengan profil pelajar Pancasila, yang sudah menubuh dalam dirinya, saya yakin akan mengimbaskan kepada hal-hal di sekitarnya dan muaranya adalah hal baik untuk negara Indonesia.
Dilanjutkan dengan kegiatan diseminasi budaya positif. Waaahhhhhhhhh!!!!!! bisa dikatakan luar biasa saya mampu melaluinya. Berbicara di depan Kepala Sekolah dan rekan sejawat yang merupakan senior-senior dalam hal pengalaman dalam kancah dunia pendidikan ini. Menularkan hal-hal yang penting untuk diketahui, dipahami, dan diimplementasikan dalam dunia pendidikan kita sehari-hari di kelas, di lingkungan sekolah bahkan di komunitas. Dag dig dug derrrrrr rasanya kala itu. Dalam hati terkecil saya berharap semoga bermanfaat untuk rekan sejawat dan orang-orang di sekitar saya serta untuk saya pribadi, Aamiin...
Setelah vakum jadwal PGP selama 1 bulan. Masuklah ke materi modul 2.1 pada awal bulan Februari yaitu mengenai Pembelajaran Berdiferensiasi. Makin terpukau rasanya mengetahui pentingnya pembelajaran berdiferensiasi dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Namun saya sebagai guru sekolah dasar dan mengampu kelas 1, merasa bahwa ternyata saya sudah menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari di kelas maupun di lingkungan sekolah walaupun belum konsisten. Jadi, harus menjadi perhatian untuk saya agar melakukannya secara konsisten dan terus menerus.
Kemudian diakhiri dengan materi pembelajaran sosial emosional (PSE). Awalnya sebelum belajar mengenai PSE, saya berasumsi bahwa murid tidak memerlukan kompetensi tersebut. Jadi, runtut dengan yang saya lakukan adalah melakukan sekenanya saja. Tidak menjadikannya sebagai prioritas. Ternyata, asumsi awal saya salah fatal. Kompetensi sosial emosional sangat diperlukan diimplementasikan pada diri kita sebagai pendidik, murid, dan juga rekan sejawat untuk menjadikan masa depan Indonesia ini memiliki manusia yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Aamiin....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar