"Teman Curhat Positif"
Itu adalah istilah yang saya pakai pribadi untuk peran kita sebagai seorang coach di sekolah. Alih-alih menghubungkannya dengan supervisi akademik, yang asumsi awal saya adalah sebuah proses penilaian guru. Dimana hasilnya akan digunakan sebagai salah satu nilai pada rapot guru selama setahun. Wahhhhhhhh.... ngeriiiiii... Dag Dig Dug Der rasanya...2 hari sebelum hari H nya.. badan menyusut karena harus bolak balik kamar mandi. Hmmm... jadi senyum-senyum sendiri sekarang ingat kejadian itu. Sesi supervisi akademik saya kali pertama 12 tahun silam. ^_^
Setelah mempelajari Modul 2.3 ini Coaching untuk Supervisi Akademik, saya jauh lebih bisa mendalami dan memahami makna dan tujuan sebenarnya juga langkah-langkah tepatnya. Ternyata sangat jauh berbeda dari asumsi awal saya tadi.Supervisi akademik yang dilakukan seharusnya untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada standar nasional pendidikan pasal 12 yaitu pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2 huruf b, diselenggarakan dalam suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2: Kriteria minimal kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Diharapkan pemimpin pembelajaran di sekolah dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan coaching.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Pengertian coaching menurut ICF: Sebagai bentuk kemitraan yang dijalankan oleh coach dg klien/ coacheenya melalui proses kreatif yang ditandai dengan eksplorasi membangun ide yang semuanya sebetulnya ditujukan untuk memaksimalkan potensi personal dan profesional si klient tersebut.
Skil-skill coaching yang efektif: Bagaimana seorang coach
- mendengarkan secara aktif
- mengajukan pertanyaan berbobot
- memancing ide-ide dan juga terutama
- memfasilitasi pertumbuhan dari si coachee tersebut
Coach bukan memberitahu, kemudian memikirkan solusinya terlebih dahulu sebelum mendengarkan, atau bahkan menggunakan coaching sebagai sarana memberikan feedback yang sifatnya lebih ke jusdgemental Asumsi. Coaching betul-betul merupakan sarana pemberdayaan potensi. Tujuan kita adalah mengantarkan si coachee dari kondisi yang dia sedang alami sekarang ke kondisi baru yang lebih baik. Tempat tujuan dimana di tempat itulah si coachee termaksimalkan potensinya.
Kesimpulan saya:
1. Mentoring; Menggunakan pengalaman untuk membantu orang lain.
2. Coaching; Membangun ide untuk memberdayakan potensi seseorang.
3. Konseling; Memberikan bantuan dalam merubah sikap orang lain.
4. Training; Secara terencana memfasilitasi pembelajaran (pengetahuan, keahlian dan perilaku) kepada para pegawai.
5. Fasilitasi; Pihak netral yang membantu mengajukan keputusan, bukan si pembuat keputusan.
Dalam interaksi sekolah saya pernah merasa menjadi coach dan mentor terhadap rekan sejawat juga untuk teman sebaya. Menjadi konselor, trainer dan fasilitator saya rasakan ketika berhubungan dengan murid dan orang tuanya. Ketika melakukan coaching saya merasa lebih seperti kegiatan "curhat" namun bukan curhat yang seperti kebanyakan. Curhat sisi saya adalah curhat yang memberdayakan dan mengembangkan potensi teman ataupun murid yang sedang curhat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar